Komisi IX DPR Dukung RUU Pengendalian Tembakau
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf Macan Effendi menyatakan Komisi IX DPR tidak mendukung RUU Pertembakauan, tapi mendukung RUU Pengendalian Tembakau sebagaimana diusulkan Komnas Pengendalian Tembakau.
Pernyataan tersebut disampaikan kepada media setelah Dede memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi IX DPR dengan Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo dan Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Soemarjati Arjoso di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (2/1/2015)
“Sebagaimana data yang kami terima, ternyata tembakau Indonesia yang digunakan untuk rokok itu hanya 40% dan 60%-nya tembakau dari China, Amerika dan Barzil. Dimana di negara tersebut sudah dikendalikan, jadi kita menjadi tempat buangan,” katanya.
“Inilah sebetulnya kenapa Komisi IX tidak mendukung RUU Pertembakauan, kami mendorong RUU Pengendalian Tembakau,” tegas politisi Partai Demokrat ini.
Dede menegaskan, didalam negara demokrasi posisinya harus saling memberikan ruang bagi pembangunan manusia itu sendiri dan pembangunan ekonomi. Ketika berbicara demografi, jumlah penduduk dan kelangsungan kesehatan, ekonomi juga harus dikendalikan.
Oleh karena itu, imbuhnya, semangat dari Komisi IX DPR RI adalah bagaimana mengendalikan bahaya rokok. Karena menurutnya, konteksnya bukan masalah kesehatan saja tetapi konteksnya juga jangan sampai negara kita ini menjadi tempat sampah dari produk-produk luar.
“Kita ingin menjaga jangan sampai RUU Pertembakauan keluar dari Komisi IX DPR, tapi ternyata Komite II DPD RI dan Komisi VI DPR mengusulkannya dimana meninjaunya dari sudut industri,” tegas Dede.
“Kalau saya sepakat dengan anggota Komisi IX dalam rapat tadi, bahwa ini harus concern. Kami justru tidak tahu ada RUU tersebut, tapi saya yakinkan bahwa itu tidak keluar dari Komisi IX DPR,” tambanya.
Dede menegaskan, pointnya Komisi IX bukan ingin mematikan industri rokok. Dede memberikan satu contoh, bahwa tidak boleh ada tempat penjualan rokok di sekitar sekolah sehingga anak sekolah tidak mudah mendapatkannya. Atau dengan menaikkan cukai rokok misalnya menjadi 60%, karena saat ini hanya 40%. Hal tersebut agar harga rokok menjadi mahal seperti di negara lain dengan begitu rokok tidak mudah didapat.
“Dan yang paling penting adalah mari kita menyelamatkan satu generasi anak muda. Kita berbicara 18 tahun kebawah. Karena berdasarkan data 68 juta penduduk Indonesia merokok dan hampir 30% adalah remaja. Inilah yang harus kita selamatkan,” tandasnya.
“Biar yang sudah tidak bisa melepas rokoknya itu ok-lah mereka sudah mengetahui bahaya rokok tersebut, tapi untuk yang muda-muda ini harus ada komitmen kita untuk mencegah perokok baru”, mantapnya.
Pada kesempatan tersebut, Dede juga menginformasikan karena Prolegnas untuk tahun ini (2015) cukup banyak, Komisi IX DPR memprioritaskan tiga RUU antara lain RUU Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja di Luar Negeri, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Kebidanan. (sc), foto : andri/parle/hr.